Hot Posts

6/recent/ticker-posts

KONFERDA GMNI SUMUT 2025 : "Demokrasi Kader Dikhianati, Intervensi Senior Rusak Marwah Organisasi"


Kader menilai Konferda GMNI Sumatera Utara telah kehilangan arah perjuangan ideologis akibat intervensi dan ketidakjelasan persidangan.

Medan, 11 November 2025 — Konferensi Daerah (Konferda) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sumatera Utara yang digelar sejak 7 hingga 10 November 2025 di Kota Medan kini menuai polemik besar.

Alih-alih menjadi momentum konsolidasi ideologi dan kaderisasi demokratis, kegiatan tersebut justru diwarnai keterlambatan sidang dan dugaan intervensi senior yang mengarahkan dukungan ke salah satu calon.

Acara yang dibuka langsung oleh Ketua DPD PA GMNI Sumatera Utara, Dr. Sutarto, M.Si, yang juga Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara, awalnya berjalan lancar dan penuh semangat perjuangan. Namun setelah pembukaan, tidak ada satu pun persidangan yang dilaksanakan hingga tanggal 11 November.


Lebih menyakitkan lagi, beredar kuat dugaan intervensi dari oknum senior yang berupaya mengarahkan dukungan kepada salah satu calon. Suara kader dari bawah seolah tak lagi penting, sebab skenario telah ditulis oleh mereka yang merasa paling tahu arah perjuangan organisasi.

GMNI yang seharusnya menjadi ruang kaderisasi ideologis dan demokratis, kini tampak seperti panggung boneka yang dikendalikan dari belakang layar.

Kondisi tersebut menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan kader dan pengurus DPC yang telah datang dari berbagai kabupaten dan kota di Sumatera Utara.

“Kami datang untuk berkonferda, bukan untuk menonton permainan arah politik. Kalau semua sudah diatur oleh senior, untuk apa ada forum demokrasi?” ungkap Josua Ketua DPC GMNI Asahan dengan nada kesal.

Selain stagnasi persidangan, situasi semakin memprihatinkan karena banyak kader dan pengurus DPC yang kini terlantar di Kota Medan.

Sewa arena pelaksanaan konferda dikabarkan telah habis, sementara keputusan mengenai jadwal sidang dan mekanisme pemilihan tidak juga diumumkan. Kader yang datang dengan semangat dan biaya sendiri kini harus menanggung nasib tanpa kepastian.

“Kami Pun di Kegiatan Konferda, makan seadanya, dan dibiarkan begitu saja. sampai Minum pun kami Beli sendiri Ini sangat memalukan untuk organisasi sebesar GMNI. Apalagi kalau benar ada intervensi dari senior, itu pengkhianatan terhadap nilai-nilai marhaenisme,” ujar Windi Ketua DPC GMNI Kota Binjai.

Windi mengungkapkan Kekecewaan ini mencuat karena GMNI dikenal sebagai organisasi ideologis yang menanamkan semangat nasionalisme, demokrasi, dan perjuangan untuk rakyat kecil. Namun kini, semangat itu justru tercederai oleh sikap elit internal yang diduga mengendalikan arah konferda demi kepentingan tertentu.

“Senior seharusnya menjadi pembimbing, bukan dalang. Kalau kader tidak diberi ruang menentukan pilihan, maka hilanglah makna perjuangan itu sendiri,” tegas Josua Tamba Ketua DPC GMNI Asahan.

Kisruh yang terjadi dalam Konferda GMNI Sumut 2025 ini menjadi tamparan keras bagi organisasi yang lahir dari rahim perjuangan rakyat marhaen.

Windi Juga menjelaskan Nilai-nilai Bung Karno tentang kemandirian berpikir dan keberanian bersuara kini seolah terkubur di bawah bayang-bayang intervensi dan kepentingan politik internal.

Kemarahan kader bukan tanpa alasan. Intervensi senior dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai dasar GMNI yang menempatkan independensi dan kesetaraan kader di atas segalanya.

Jika suara kader muda tak lagi dihargai, maka organisasi ini bukan lagi sekolah ideologi, melainkan hanya alat kepentingan pribadi yang dikamuflase dengan jargon marhaenisme.

“Senior seharusnya membimbing, bukan mengatur arah suara. Kalau senior ikut bermain, itu bukan membimbing, itu memperalat!” tegas Salah satu yang Juga Ketua DPC yang enggan disebutkan namanya.

Kini, roh marhaenisme seolah terkapar di bawah kaki mereka yang berteriak ideologi, tapi berperilaku seperti politisi haus kuasa.


GMNI Sumatera Utara yang dulu dikenal lantang memperjuangkan rakyat kecil, kini justru menjadi korban dari tangan-tangan internalnya sendiri.

Pertanyaannya kini sederhana namun menohok :
Apakah Konferda ini masih berbicara tentang perjuangan rakyat, atau hanya tentang siapa yang paling lihai mengatur dan menundukkan suara kader?

Kini publik dan keluarga besar GMNI menunggu :
Apakah DPD GMNI Sumatera Utara mampu menyelesaikan polemik ini dengan kepala dingin dan mengembalikan semangat marhaenisme yang sejati ?
Atau justru membiarkan organisasi ini terus menjadi panggung elitis yang kehilangan arah perjuangan?

Satu hal yang pasti — roh perjuangan Bung Karno menangis di tanah Sumatera Utara, menyaksikan anak ideologisnya tersesat di jalan yang penuh kepentingan. Tutup Windi.

Posting Komentar

0 Komentar